Budi Hantara: REFLEKSI SEJARAH HARI PENDIDIKAN

NGAWI - Setiap tanggal 2 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Hal ini berkaitan dengan lahirnya Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara.
Untuk menunjukkan betapa besar peran Ki Hadjar Dewantara bagi pendidikan di Indonesia maka Hari Pendidikan Nasional ditetapkan tanggal 2 Mei sesuai hari kelahiran beliau. Beliau lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta, dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat.
Pada masa penjajahan Belanda Ki Hadjar Dewantara menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang hanya memperbolehkan anak-anak keturunan Belanda dan kaum bangsawan yang bisa memperoleh pendidikan.
Beliau juga menolak Undang-Undang Pengajaran yang tidak menguntungkan bagi bangsa Indonesia. Keberaniannya ditunjukkan dengan penolakannya terhadap Undang-Undang Pengajaran swasta tanggal 13-9-1932 yang dikeluarkan pemerintah Belanda.
Undang-undang tersebut tidak menguntungkan pendidikan swasta sebab isinya demikian: “Untuk mendirikan sekolah swasta guru-gurunya harus dari pemerintah dan bahan pengajarannya sama dengan sekolah negeri.” Kita harus memahami bahwa pemerintah pada saat itu adalah penjajah Belanda.
Jika diatur pemerintah penjajah Belanda, perjuangan melalui pendidikan tidak mungkin bisa dilakukan. Maka nilai-nilai nasionalisme yang ditanamkan melalui pendidikan akan dimatikan pemerintah penjajah.
Oleh sebab itu Ki Hajar Dewantara memprotes dan akhirnya Undang-Undang Pengajaran tersebut dicabut. Ki Hajar Dewantara berjuang tanpa pamrih mengentaskan bangsa Indonesia dari lembah kebodohan dan mengembalikan harga diri yang dirampas penjajah.
Kini tongkat perjuangan melawan kebodohan untuk melahirkan generasi cerdas dan mandiri diserahkan pada para guru. Jiwa besar Ki Hajar Dewatara memang pantas menjadi teladan. Dalam perjuangan, beliau tampil di depan sebagai pendekar gagah berani. Inilah wujud nyata dari sesanti Ing Ngarsa Sung Tulada yang ditunjukkan kepada kita. Pola pikir dan pola tindak sebagai seorang figur sangat jelas dan harus kita teladani.
Ki Hajar Dewantara wafat di Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959. Atas jasa-jasanya Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dan Bapak Pendidikan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 305 Tahun 1959 yang ditetapkan pada 28 November 1959.
Walaupun Ki Hajar Dewantara telah tiada sesanti beliau yang berbunyi; “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” kiranya perlu lebih dikobarkan lagi demi keberhasilan pendidikan masa kini. Pendidikan yang berhasil bukan sekadar mampu melahirkan kecerdasan intelektual, tetapi juga harus mampu membentuk kepribadian mandiri. Upaya menanamkan pendidikan karakter saat ini sangatlah tepat dalam rangka membentuk jiwa mandiri.
Para guru memiliki tanggung jawab besar dan sangat menentukan berhasil tidaknya misi pendidikan. Dalam mengajar termuat juga bahwa guru berusaha memandirikan siswa. Kemandirian siswa merupakan hasil dari proses. Mengajar yang baik akan memberi pengalaman membangkitkan bermacam-macam sifat, sikap, dan kesanggupan konstruktif.
Kurikulum Merdeka yang sedang berjalan, diharapkan mampu mewujudkan cita-cita luhur Ki Hajar Dewatara, yaitu pendidikan yang menuntun bakat, minat, dan potensi peserta didik agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai seorang manusia dan sebagai anggota masyarakat.
Kurikulum Merdeka memberi keleluasaan bagi pendidik dan peserta didik untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan bagian penting dari Kurikulum Merdeka. Melalui P5 diharapkan bisa mencetak lulusan di setiap jenjang satuan pendidikan yang kompeten, berkarakter dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.
Ada beberapa prinsip untuk mencapai tujuan P5, antara lain: kontekstual, berpusat pada peserta didik dan eksploratif. Prinsip kontekstual mendasarkan kegiatan pada pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip ini dapat mendorong pendidik dan peserta didik untuk menjadikan lingkungan sekitar dan realitas kehidupan sehari-hari sebagai bahan utama pembelajaran.
P5 diharapkan bisa memilih kegiatan yang sesuai dengan kondisi saat ini. Bangsa Indonesia saat ini sedang dilanda krisis identitas diri yang disebabkan oleh lunturnya budaya dan kearifan lokal masyarakat. Maka pendidikan karakter yang diamanatkan dalam Kurikulum Merdeka diharapkan bisa menjadi solusinya.
Pendidikan dapat mengambil peranan besar dalam pembentukan karakter peserta didik. Oleh sebab itu maka negara memiliki kepentingan besar dalam bidang pendidikan, yaitu untuk mempersiapkan siswa/peserta didik agar memiliki karakter yang kuat dalam rangka mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia.
Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Dalam menanamkan pendidikan karakter, segala sesuatu yang dilakukan oleh guru harus mampu mempengaruhi karakter siswa serta dapat menunjukkan keteladanan. Guru dalam tradisi Jawa merupakan akronim dari "digugu lan ditiru" yang memiliki makna orang yang dipercaya dan diikuti. Guru bukan hanya bertanggung jawab mengajar mata pelajaran yang menjadi tugasnya, melainkan lebih dari itu juga mendidik moral, etika, integritas, dan karakter.
Melalui kearifan lokal, guru dapat memberi contoh tata cara berbicara yang baik, sopan, santun, dan berbudi luhur.
Pada zaman sekarang tugas dan tanggung jawab guru semakin berat. Guru harus siap memikul tanggung jawab mulia demi masa depan anak-anak bangsa. Semoga semangat dan keteladanan Ki Hajar Dewatara selalu membara di dada guru Indonesia.
Ngawi, 1 Mei 2023
Penulis: Budi Hantara Guru SMPN 1 Ngawi, Jawa Timur